LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR
TITRASI ASAM BASA
Nama : Nurillah Novia Hermaniawati
NIM : 1147020048
Kelas : Biologi B.1
Kelompok
6 : Riska Kamalia Dewi(1147020052)
SalsabilaNadyaKumari(1147020058)
Tanggal Praktikum : 12 Desember
2014
Tanggal Laporan : 19
Desember 2014

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2014
TITRASI ASAM BASA
I.
Pendahuluan
A.
Tujuan
1.
Menentukan
konsentrasi larutan NaOH dari larutan standar H₂C₂O₄
dengan metode titrasi.
2.
Menentukan
konsentrasi larutan sampel HCl dari larutan NaOH yang telah distandarisasi
dengan metode titrasi.
B.
Dasar teori
Asam didefinisikan sebagai senyawa yang mengandung Hidrogen yang
bereaksi dengan basa. Basa adalah senyawa yang mengandung ion OH- atau
menghasilkan OH-ketika bereaksi dengan air. Basa bereaksi dengan asam untuk
menghasilkan garam dan air.)Teori Bronsted memperluas definisi asam dan
basa dengan menjelaskan lebih banyak mengenai suatu larutan kimia. Misalnya,
teori Bronsted menjelaskan lebih banyak mengenai suatu larutan amonium klorida
bersifat asam dan larutan natrium asetat bersifat basa. Dalam teori Bronsted,
asam didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat memberikan proton kepada
zat yang lain . Dalam hali ini , proton adalah atom hidrogen yang kehilangan
elektronnya. Basa adalah zat yang menerima proton dari zat lain. Reaksi asam
dan basa menghasilkan menghasilkan asam dan basa yang lain (Golberg, 2002).
Menurut Arrhenius asam adalah zat yang bila dilarutkan dalam air
terionisasi menghasilkan ion H+ dalam larutannya. Sedangkan basa adalah
zat yang bila dilarutkan dalam air terionisasi menghasilkan ion OH-.Menurut
lewis, asam adalah suatu spesies yang dapat menerima pasangan elektron bebas
(akseptor pasangan elektron) dalam suatu reaksi kimia. Basa adalah suatu
spesies yang dapat memberikan pasangan elektron bebas (donor pasangan elektron)
(Anonim, 2008).
Dalam analisis kuantitatif, indikator digunakan untuk menentukan
titik ekuivalen dari titrasi asam-basa. Karena indikator mempunyai interval pH
yang berbeda-beda dan karena titik ekuivalen dari titrasi asam-basa
berubah-ubah sesuai dengan kekuatan relatif asam basanya, maka pemilihan
indikator merupakan hal terpenting. Titrasi merupakan suatu metode untuk
menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui
konsentrasinya. Titrasi asam-basa adalah titrasi yang yang melibatkan asam
maupun basa sebagai titer (zat yang telah diketahui konsentrasinya) maupun
titrant (zat yang akan ditentukan kadarnya) dan berdasarkan reaksi penetralan
asam-basa. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa yang
telah diketahui kadarnya, dan sebaliknya, kadar larutan basa dapat diketahui
dengan menggunakan larutan asam yang diketahui kadarnya. Titik ekivalen yaitu
pH pada saat asam dan basa (titrant dan titer) tepat ekivalen atau secara
stoikiometri tepat habis bereaksi. Titik ekuivalen titrasi ini dapat
dicapai setelah penambahan 100 ml basa, pada saat ini pH larutan besarnya 7.
Titik ekuivalen ini disebut titik akhir teoritis. Problemnya sekarang adalah
kita inngin menetapkan titik akhir ini dengan pertolongan indikator. Titik
akhir yang dinyatakan oleh indikator disebut titik akhir titrasi. Indikator
yang dipakai harus dipilih agar titik akhir titrasi dan teoritis berhimpit atau
sangat berdekatan. Untuk itu harus dipilih indikator yang memiliki trayek
perubahan warnanya di sekitar titik akhir teoritis (Sukardjo, 1984).
Titrasi asidimetri dan alkalimetri menyangkut reaksi dengan asam
dan basa diantaranya : (1) titrasi yang melibatkan asam kuat dan basa kuat, (2)
titrasi yang melibatkan asam lemah dan basa kuat, dan (3) titrasi yang
melibatkan asam kuat dan basa leamah. Titrasi asam lemah dan basa lemah
dirumitkan oleh terhidrolisisnya kation dan anion dari garam yang terbentuk. Titik
ekuivalen, sebagaimana kita ketahui, ialah titik pada saat sajumlah mol ion
OH- yang ditambahkan ke larutan sama dengan jumlah mol ion H+yang semula
ada. Jadi untuk menentukan titik ekuivalen dalam suatu titrasi, kita harus
mengetahui dengan tepat berapa volume basa yang ditambahkan dari buret ke asam
dalam labu. Salah satu cara untuk mencapai tujuan ini adalah dengan menambahkan
beberapa tetes indikator asam-basa ke larutan asam saat
awal tersebut. Indikator biasanya ialah suatu asam atau basa organik
lemah yang menunjukkan warna yang sangat berbeda antara bentuk tidak
terionisasi dan bentuk terionisasinya. Kedua bentuk ini berikatan dengan pH
larutan yang melarutkan indikator tersebut.Titik akhir titrasi terjadi bila
indikator berubah warna. Namun, tidak semua indikator berubah warna pada pH
yang sama, jadi pilihan indikator untuk titrasi tertentu bergantung pada sifat
asam dan basa yang digunakan dalam titrasi (dengan kata lain apkah mereka kuat
atau lemah). Dengan demikian memilih indikator yang tepat untuk titrasi, kita
dapat menggunakan titik akhir untuk menentukan titik ekuivalen (Chang, 2004).
Pengukuran atau perhitungan dalam
titrasi volumetrik berdasarkan pada pengukuran volume, sehingga dalam analisa
titrasi volume konsentrasi kebanyakan dinyatakan dalam molaritas atau
normalitas. Normalitas (kemolalan) adalah zat yang terlarut dalam setiap mili
larutan (Anshori, 1997).
Titrasi sering disebut dengan
titrasi volumetrik, karena diketahui volume titrannya.Volumetrik terbagi menjadi
beberapa kelompok, antara lain asidimetri dan alkalimetri. Cara titrasi ini
berdasarkan pada reaksi asam dan basa (Asikin, 1982).
Titrasi dapat mengetahui nilai dari suatu larutan yang
belum kita ketahui molaritasnya, yaitu melalui perhitungan dari hasil titrasi
yang telah terjadi. Selainitujugadapatdiketahuibahan-bahanapasaja
yang dititrasi, yaituberatdariasamasetatdanpersentaseberat. Peristiwa
titrasi asam basa terjadi karena tercampurnya suatu senyawa kimia yang bersifat
asam ke dalam senyawa kimia lainnya yang bersifat basa atau sebaliknya,
sehingga terjadi reaksi kimia dari kedua senyawa tersebut yang dapat kita amati
melalui terjadinya perubahan warna dari kedua larutan senyawa yang telah
dicampurkan (Gunawan, 1998).
II.
Metode Percobaan
A.
Alat Dan Bahan
No.
|
Alat
|
Bahan
|
1.
|
Buret 50 ml
|
H₂C₂O₄ 0,05 M
|
2.
|
Statif dan
klem
|
NaOH 0,1 M
|
3.
|
Corong pendek
|
Sampel HCl
|
4.
|
Labu
erlenmeyer 50 ml
|
Indikator
fenolfalein
|
5.
|
Gelas kimia
100 ml
|
Aquadest
|
6.
|
Pipet tetes
|
|
7.
|
Botol semprot
|
|
B.
Prosedur Kerja
1.
Standarisasi
larutan NaOH
· Dipersiapkan buret yang akan
digunakan dengan cara membilas dengan larutan
NaOH. Pastikan buret yang digunakan tidak macet dan bocor.
·
Diisilah buret dengan larutan NaOH yang akan
di standarisasi, kemudian cata volumenya.
·
Dimasukkan 10 ml larutan H₂C₂O₄ 0,05 M ke dalam labu erlenmeyer 50 ml dan tambahkan 3 tetes
indikator fenolftalein.
·
Dilakukan
titrasi menggunakan NaOH hingga tepat akan berubah warna, kemudian catat volume NaOH yang digunakan.
·
Lakukan percobaan tersebut secara duplo.
2.
Penentuan
konsentrasi HCl
· Dimasukkan 10 ml larutan HCl ke dalam labu erlenmeyer 50 ml dan
tambahkan 3 tetes fenolftalein.
· Dilakukan titrasi menggunakan NaOH hingga tepat akan berubah warna,
kemudian catat volume NaOH yang digunakan.
· Lakukan percobaan tersebut secara diplo.
III.
Hasil Pengamatan
1.
Standarisasi
NaOH
Perlakuan
|
Hasil
|
Buret
dibersihkan dengan NaOH + pada labu erlenmeyer di tambahkan 10 ml H₂C₂O₄ + 3 tetes fenolftalein + diletakkan
dibawah buret + kran dibuka perlahan agar NaOH menetes + kran ditutup pada
saat terjadi perubahan warna + catat volume yang diperlukan. Percobaan
dilakukan duplo.
|
Volume pakai
pada percobaan 1 V pakai NaOH = 10,50 ml dan larutan mengalami perubahan,
dari larutan yang awalnya tidak berwarna menjadi berwarna merah muda. Dan
pada percobaan ke 2 V pakai NaOH = 0,30 ml, dan mengalami perubahan dari
awalnya tidak berwarna menjadi berwarna merah muda.
|
2.
Penentuan
konsentrasi HCl
Perlakuan
|
Hasil
|
NaOH yang
tersisa pada buret hasil penentuan konsentrasi NaOH dibiarkan + pada labu
erlenmeyer ditambahkan HCl 10 ml + 3 tetes fenolftalein + labu erlenmeyer
diletakkan di bawah buret + kran dibuka agar NaOH menetes secara perlahan +
tutup kembali pada saat terjadi perubahan warna + catat volume yang
diperlukan. Percobaan dilakukan diplo.
|
Volume pakai
pada percobaan 1 V pakai NaOH = 8,00 ml dan larutan mengalami perubahan warna
daari awalnya tidak berwarna berubah menjadi merah muda. Dan pada percobaan
ke 2 V pakai NaOH = 15090 ml, dan larutan mangalami perubahan yang awalnya
tidak berwarna menjadi berwarna merah muda.
|
Ø Standarisasi larutan NaOH dengan H₂C₂O₄
Titrasi ke
|
Volume
Titrasi
|
||
V awal
|
V akhir
|
V pakai
|
|
1
|
0,00
|
10,50
|
10,50
|
2
|
10,50
|
10,80
|
0,30
|
V rata-rata = 5,40 ml
Ø Titrasi HCl oleh NaOH
Titrasi ke
|
Volume
Titrasi
|
||
V awal
|
V akhir
|
V pakai
|
|
1
|
0,00
|
8,00
|
8,00
|
2
|
8,00
|
15,90
|
7,90
|
V rata-rata = 7,95 ml
IV.
Pembahasan
Ø Perhitungan :
1.)
Pembuatan
larutan H₂C₂O₄ 0,05 M 250 ml
M = 

0,05= 

0,05=


gr = 

gr = 1,576 gram
2.)
Standarisasi
larutan NaOH dengan H₂C₂O₄
2
mol NaOH = mol H₂C₂O₄
M1V1 = M2V2
2 M1 x 5,40 = 0,05 x 10
2 M1 = 

M1
= 0,0463 M
3.)
Perhitungan
konsentrasi HCl
mol NaOH = mol HCl
M1V1 = M2V2
0,0462 x 7,95 = M2 x 10
0,3673 = M2 x 10
M2 = 

M2 =
0,0368 M
Ø Persamaan reaksi :
1.)
NaOH
+ (COOH)2 → (COONa)2 + H2O
2 NaOH + (COOH)2 → (COONa)2 + 2H2O
2.)
NaOH
+ HCl → NaCl + H2O
Dalam percobaan titrasi asam basa yang telah dilakukan, untuk
mencari konsentrasi digunakan persamaan pengenceran yaitu :
V1M1 = V2M2
Dalam percobaan 1 yaitu titrasi asam oksalat H₂C₂O₄dan NaOH, sebelum itu dilakukan standarisasi NaOH terlebih dahulu.
Fungsi dari standarisasi NaOH adalah supaya diperoleh volume tertentu secara
tepat. Standarisasi NaOH dengan asam oksalat merupakan titrasi antara basa kuat
dan asam kuat. Pada titrasi ini volume H₂C₂O₄ yang digunakan adalah 10 ml dan volume NaOH didapatkan V rata-rata
= 5,40 ml karena dilakukan percobaan diplo (percobaan 1 didapatkan V pakai =
10,50 ml dan percobaan 2 didapatkan V pakai = 0,30 ml, sehingga V rata-rata =
5,40). Sehingga didapatkan M NaOH = 0,0462 M. Titik akhir titrasi ditunlukkan
dengan adanya perubahan warna larutan yaitu yang awalnya larutan tidak berwarna
berubah menjadi berwarna merah muda. Hal ini dikarenakan adanya penambahan
fenolftalein 3 tetes pada larutan H₂C₂O₄ sebelum dititrasi. Penambahan fenolftalein pada proses ini adalah
untuk membantu larutan mengalami perubahan warna. Selain itu, digunakannya
indikator fenolftalein ini karena merupakan indikator yang cocok pada percobaan
ini, karena pada percobaan titrasi asam basa harus digunakan indikator asam
basa yang cocok atau sesuai guna mengurangi kesalahan pada proses titrasi asan
basa. Pada percobaan atau proses titrasi yaitu pada saat NaOH diteteskan secara
perlahan ke labu erlenmeyer digoyangkan agar menghasilkan perubahan warna, kran
ditutup apabila terjadi perubahan warna. Kran ditutup agar penambahan NaOH
tidak terlalu banyak, karena penambahan NaOH berlebih akan menyebabkan larutan
menjadi melonjak basa, perubahan warna yang terjadi menunjukkan bahwa larutan
telah mencapai titik akhir titrasi, yaitu warnanya menjadi merah muda sesuai
dengan perubahan warna pada indikator yang digunakan yaitu fenolftalein. Dan
percobaan dilakukan secara diplo agar diketahui hasil titrasi yang dilakukan
relatif dekat dengan hasil pengukuran volume yang dibutuhkannya untuk mencapai
titik ekuivalen.
Pada percobaan
penentuan konsentrasi HCl ini buret yamg digunakan tidak dibersihkan terlebih
dahulu, karena menggunakan buret yang berisi larutan NaOH yang tersisa pada
proses percobaan pertama. Pada proses titrasi asam basa, buret yang
digunakan dibersihkan dahulu menggunakan
larutan NaOH dengan tujuannya adalah untuk membersihkan buret dari berbagai bahan
kimia yang lainnya agar hasilnya baik. Pada titrasi ini digunakan volume HCl 10
ml dan volume NaOH didapatkan V rata-rata = 7,95 ml karena dilakukan percobaan
diplo (percobaan 1 didapatkan V pakai = 8,00 ml dan percobaan 2 didapatkan V
pakai = 7,90, sehingga V rata-rata = 7,95 ml). Sehingga didapatkan M HCl =
0,0367 M. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan adanya perubahan warna larutan
yaitu yang awalnya tidak berwarna menjadi berwarna merah muda. Hal ini juga
dikarenakan adanya penambahan 3 tetes fenolftealin pada larutan HCl sebelum
dititrasi. Dan proses titrasi sama dengan langkah-lamgkah percobaan pertama yaitu titrasi NaOH dan H₂C₂O₄. Pada percobaan ini juga dilakukan secara diplo agar diketahui
hasil titrasi yang dilakukan relatif dekat dengan hasil pengukuran volume yang
dibutuhkannya untuk mencapai titik ekuivalen.
Berdasarkan hasil
percobaan yang telah dilakukan, teori larutan asam bila direaksikan dengan larutan
basa akan menghasilkan garam dan air. Sifat asam dan sifat basa akan hilang
dengan terbentuknya zat baru yang disebut garam yang memiliki sifat berbeda
dengan sifat aslinya. (misalkan dalam percobaan pertama dihasilkan garam
(COONa)2 dan 2H2O, dan percobaan kedua dihaslkan garam NaCl dan H2O). Karena
hasil reaksinya adalah air yang memiliki sifat netral, artinya jumlah ion H+
sama dengan ion OH- maka reaksinya disebut dengan reaksi netralisasi atau
penetralan. Pada reaksi penetralan, jumlah asam harus ekuivalen dengan jumlah
basa. Sehingga kita dapat mengetahui yang dimaksud tutrasi asam basa adalah
proses netralisasi larutan asam oleh basa dan hasil reaksinya atau produknya
adalah garam dan air.
V.
Kesimpulan
1.
Larutan
NaOH yang telah distandarisasi dengan metode titrasi konsentrasinya didapat
0,0463 M.
2.
Larutan
sampel HCl dari larutan NaOH yang telah distandarisasi dengan metode titraso
didapatkan konsentrasi sebanyak 0,068 M.
Anonim. 2008. Kimia dasar I. Makassar : Universitas
Hasanuddin Makassar.
Anshori. 1987. Penuntun
pelajaran Kimia. Ganesha Exact. Bandung.
Asikin, Z. 1982. Penuntun
Pelajaran Kimia Jilid I. Wijaya. Jakarta.
Chang,R .2004. Kimia Dasar, Edisi Ketiga.
Jakarta : Erlangga.
Gunawan, Adi. 1998. Tangkas Kimia. Kartika.
Surabaya.
Goldberg, D. 2002. Kimia Untuk Pemula. Jakarta :
Erlangga.
Sukardjo, 1984. Kimia Organik. Jakarta : Rineka Cipta.
Sukardjo, 1984. Kimia Organik. Jakarta : Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar