Kamis, 19 Februari 2015

LAPORAN PRAKTIKUM TITRASI ASAM BASA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR
TITRASI ASAM BASA

Nama : Nurillah Novia Hermaniawati
NIM   : 1147020048
Kelas  : Biologi B.1
Kelompok 6 : Riska Kamalia Dewi(1147020052)
                       SalsabilaNadyaKumari(1147020058)
Tanggal Praktikum : 12 Desember  2014
Tanggal Laporan    : 19 Desember 2014





FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2014
TITRASI ASAM BASA
I.     Pendahuluan
A.  Tujuan
1.      Menentukan konsentrasi larutan NaOH dari larutan standar HCO dengan metode titrasi.
2.      Menentukan konsentrasi larutan sampel HCl dari larutan NaOH yang telah distandarisasi dengan metode titrasi.
B.     Dasar teori
Asam didefinisikan sebagai senyawa yang mengandung Hidrogen yang bereaksi dengan basa. Basa adalah senyawa yang mengandung  ion OH- atau menghasilkan OH-ketika bereaksi dengan air. Basa bereaksi dengan asam untuk menghasilkan garam dan air.)Teori Bronsted memperluas definisi asam dan basa dengan menjelaskan lebih banyak mengenai suatu larutan kimia. Misalnya, teori Bronsted menjelaskan lebih banyak mengenai suatu larutan amonium klorida bersifat asam dan larutan natrium asetat bersifat basa. Dalam teori Bronsted, asam didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat memberikan proton  kepada zat yang lain . Dalam hali ini , proton adalah atom hidrogen yang kehilangan elektronnya. Basa adalah zat yang menerima proton dari zat lain. Reaksi asam dan basa menghasilkan menghasilkan asam dan basa yang lain (Golberg, 2002).
Menurut Arrhenius asam adalah zat yang bila dilarutkan dalam air terionisasi menghasilkan ion H+ dalam larutannya. Sedangkan basa adalah zat yang bila dilarutkan dalam air terionisasi menghasilkan ion OH-.Menurut lewis, asam adalah suatu spesies yang dapat menerima pasangan elektron bebas (akseptor pasangan elektron) dalam suatu reaksi kimia. Basa adalah suatu spesies yang dapat memberikan pasangan elektron bebas (donor pasangan elektron) (Anonim, 2008).
Dalam analisis kuantitatif, indikator digunakan untuk menentukan titik ekuivalen dari titrasi asam-basa. Karena indikator mempunyai interval pH yang berbeda-beda dan karena titik ekuivalen dari titrasi asam-basa berubah-ubah sesuai dengan kekuatan relatif asam basanya, maka pemilihan indikator merupakan hal terpenting. Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi asam-basa adalah titrasi yang yang melibatkan asam maupun basa sebagai titer (zat yang telah diketahui konsentrasinya) maupun titrant (zat yang akan ditentukan kadarnya) dan berdasarkan reaksi penetralan asam-basa. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa yang telah diketahui kadarnya, dan sebaliknya, kadar larutan basa dapat diketahui dengan menggunakan larutan asam yang diketahui kadarnya. Titik ekivalen yaitu pH pada saat asam dan basa (titrant dan titer) tepat ekivalen atau secara stoikiometri tepat habis bereaksi. Titik ekuivalen titrasi ini dapat dicapai setelah penambahan 100 ml basa, pada saat ini pH larutan besarnya 7. Titik ekuivalen ini disebut titik akhir teoritis. Problemnya sekarang adalah kita inngin menetapkan titik akhir ini dengan pertolongan indikator. Titik akhir yang dinyatakan oleh indikator disebut titik akhir titrasi. Indikator yang dipakai harus dipilih agar titik akhir titrasi dan teoritis berhimpit atau sangat berdekatan. Untuk itu harus dipilih indikator yang memiliki trayek perubahan warnanya di sekitar titik akhir teoritis (Sukardjo, 1984).
Titrasi asidimetri dan alkalimetri menyangkut reaksi dengan asam dan basa diantaranya : (1) titrasi yang melibatkan asam kuat dan basa kuat, (2) titrasi yang melibatkan asam lemah dan basa kuat, dan (3) titrasi yang melibatkan asam kuat dan basa leamah. Titrasi asam lemah dan basa lemah dirumitkan oleh terhidrolisisnya kation dan anion dari garam yang terbentuk. Titik ekuivalen, sebagaimana kita ketahui, ialah titik pada saat sajumlah mol ion OH- yang ditambahkan ke larutan sama dengan jumlah mol ion H+yang semula ada. Jadi untuk menentukan titik ekuivalen dalam suatu titrasi, kita harus mengetahui dengan tepat berapa volume basa yang ditambahkan dari buret ke asam dalam labu. Salah satu cara untuk mencapai tujuan ini adalah dengan menambahkan beberapa tetes indikator asam-basa ke larutan asam saat awal tersebut. Indikator biasanya ialah suatu asam atau basa organik lemah yang menunjukkan warna yang sangat berbeda antara bentuk tidak terionisasi dan bentuk terionisasinya. Kedua bentuk ini berikatan dengan pH larutan yang melarutkan indikator tersebut.Titik akhir titrasi terjadi bila indikator berubah warna. Namun, tidak semua indikator berubah warna pada pH yang sama, jadi pilihan indikator untuk titrasi tertentu bergantung pada sifat asam dan basa yang digunakan dalam titrasi (dengan kata lain apkah mereka kuat atau lemah). Dengan demikian memilih indikator yang tepat untuk titrasi, kita dapat menggunakan titik akhir untuk menentukan titik ekuivalen (Chang, 2004).
Pengukuran atau perhitungan dalam titrasi volumetrik berdasarkan pada pengukuran volume, sehingga dalam analisa titrasi volume konsentrasi kebanyakan dinyatakan dalam molaritas atau normalitas. Normalitas (kemolalan) adalah zat yang terlarut dalam setiap mili larutan (Anshori, 1997).
Titrasi sering disebut dengan titrasi volumetrik, karena diketahui volume titrannya.Volumetrik terbagi menjadi beberapa kelompok, antara lain asidimetri dan alkalimetri. Cara titrasi ini berdasarkan pada reaksi asam dan basa (Asikin, 1982).
Titrasi dapat mengetahui nilai dari suatu larutan yang belum kita ketahui molaritasnya, yaitu melalui perhitungan dari hasil titrasi yang telah terjadi. Selainitujugadapatdiketahuibahan-bahanapasaja yang dititrasi, yaituberatdariasamasetatdanpersentaseberat. Peristiwa titrasi asam basa terjadi karena tercampurnya suatu senyawa kimia yang bersifat asam ke dalam senyawa kimia lainnya yang bersifat basa atau sebaliknya, sehingga terjadi reaksi kimia dari kedua senyawa tersebut yang dapat kita amati melalui terjadinya perubahan warna dari kedua larutan senyawa yang telah dicampurkan (Gunawan, 1998).
II.  Metode Percobaan
A.    Alat Dan Bahan
No.
Alat
Bahan
1.
Buret 50 ml
HCO₄ 0,05 M
2.
Statif dan klem
NaOH 0,1 M
3.
Corong pendek
Sampel HCl
4.
Labu erlenmeyer 50 ml
Indikator fenolfalein
5.
Gelas kimia 100 ml
Aquadest
6.
Pipet tetes

7.
Botol semprot


B.     Prosedur Kerja
1.         Standarisasi larutan NaOH
·   Dipersiapkan buret yang akan digunakan dengan cara membilas dengan larutan   NaOH. Pastikan buret yang digunakan tidak macet dan bocor.
·          Diisilah buret dengan larutan NaOH yang akan di standarisasi, kemudian cata volumenya.
·          Dimasukkan 10 ml larutan HCO 0,05 M ke dalam labu erlenmeyer 50 ml dan tambahkan 3 tetes indikator fenolftalein.
·         Dilakukan titrasi menggunakan NaOH hingga tepat akan berubah warna, kemudian  catat volume NaOH yang digunakan.
·          Lakukan percobaan tersebut secara duplo.
2.      Penentuan konsentrasi HCl
·      Dimasukkan 10 ml larutan HCl ke dalam labu erlenmeyer 50 ml dan tambahkan 3 tetes fenolftalein.
·      Dilakukan titrasi menggunakan NaOH hingga tepat akan berubah warna, kemudian catat volume NaOH yang digunakan.
·      Lakukan percobaan tersebut secara diplo.
III.             Hasil Pengamatan
1.      Standarisasi NaOH
Perlakuan
Hasil
Buret dibersihkan dengan NaOH + pada labu erlenmeyer di tambahkan 10 ml HCO₄ + 3 tetes fenolftalein + diletakkan dibawah buret + kran dibuka perlahan agar NaOH menetes + kran ditutup pada saat terjadi perubahan warna + catat volume yang diperlukan. Percobaan dilakukan duplo.
Volume pakai pada percobaan 1 V pakai NaOH = 10,50 ml dan larutan mengalami perubahan, dari larutan yang awalnya tidak berwarna menjadi berwarna merah muda. Dan pada percobaan ke 2 V pakai NaOH = 0,30 ml, dan mengalami perubahan dari awalnya tidak berwarna menjadi berwarna merah muda.

2.      Penentuan konsentrasi HCl
Perlakuan
Hasil
NaOH yang tersisa pada buret hasil penentuan konsentrasi NaOH dibiarkan + pada labu erlenmeyer ditambahkan HCl 10 ml + 3 tetes fenolftalein + labu erlenmeyer diletakkan di bawah buret + kran dibuka agar NaOH menetes secara perlahan + tutup kembali pada saat terjadi perubahan warna + catat volume yang diperlukan. Percobaan dilakukan diplo.
Volume pakai pada percobaan 1 V pakai NaOH = 8,00 ml dan larutan mengalami perubahan warna daari awalnya tidak berwarna berubah menjadi merah muda. Dan pada percobaan ke 2 V pakai NaOH = 15090 ml, dan larutan mangalami perubahan yang awalnya tidak berwarna menjadi berwarna merah muda.
Ø  Standarisasi larutan NaOH dengan HCO
Titrasi ke
Volume Titrasi
V awal
V akhir
V pakai
1
0,00
10,50
10,50
2
10,50
10,80
0,30
V rata-rata = 5,40 ml
Ø  Titrasi HCl oleh NaOH
Titrasi ke
Volume Titrasi
V awal
V akhir
V pakai
1
0,00
8,00
8,00
2
8,00
15,90
7,90
V rata-rata = 7,95 ml
IV.             Pembahasan
Ø  Perhitungan :
1.)    Pembuatan larutan HCO 0,05 M 250 ml
M   =
0,05=
0,05=
            =0,05
                 gr =
                 gr = 1,576 gram
2.)  Standarisasi larutan NaOH dengan HCO
2 mol NaOH = mol HCO
              M1V1 = M2V2
     2 M1 x 5,40 = 0,05 x 10
                                  2 M1 =
                             M1 = 0,0463 M
3.)    Perhitungan konsentrasi HCl
   mol NaOH = mol HCl
      M1V1 = M2V2
                  0,0462 x 7,95 = M2 x 10
             0,3673 = M2 x 10
                   M2 =
                    M2 = 0,0368 M
Ø  Persamaan reaksi :
1.)    NaOH + (COOH)2 → (COONa)2 + H2O
2 NaOH + (COOH)2 → (COONa)2 + 2H2O

2.)    NaOH + HCl → NaCl + H2O
Dalam percobaan titrasi asam basa yang telah dilakukan, untuk mencari konsentrasi digunakan persamaan pengenceran yaitu :
V1M1 = V2M2
Dalam percobaan 1 yaitu titrasi asam oksalat HCOdan NaOH, sebelum itu dilakukan standarisasi NaOH terlebih dahulu. Fungsi dari standarisasi NaOH adalah supaya diperoleh volume tertentu secara tepat. Standarisasi NaOH dengan asam oksalat merupakan titrasi antara basa kuat dan asam kuat. Pada titrasi ini volume HCO yang digunakan adalah 10 ml dan volume NaOH didapatkan V rata-rata = 5,40 ml karena dilakukan percobaan diplo (percobaan 1 didapatkan V pakai = 10,50 ml dan percobaan 2 didapatkan V pakai = 0,30 ml, sehingga V rata-rata = 5,40). Sehingga didapatkan M NaOH = 0,0462 M. Titik akhir titrasi ditunlukkan dengan adanya perubahan warna larutan yaitu yang awalnya larutan tidak berwarna berubah menjadi berwarna merah muda. Hal ini dikarenakan adanya penambahan fenolftalein 3 tetes pada larutan HCO sebelum dititrasi. Penambahan fenolftalein pada proses ini adalah untuk membantu larutan mengalami perubahan warna. Selain itu, digunakannya indikator fenolftalein ini karena merupakan indikator yang cocok pada percobaan ini, karena pada percobaan titrasi asam basa harus digunakan indikator asam basa yang cocok atau sesuai guna mengurangi kesalahan pada proses titrasi asan basa. Pada percobaan atau proses titrasi yaitu pada saat NaOH diteteskan secara perlahan ke labu erlenmeyer digoyangkan agar menghasilkan perubahan warna, kran ditutup apabila terjadi perubahan warna. Kran ditutup agar penambahan NaOH tidak terlalu banyak, karena penambahan NaOH berlebih akan menyebabkan larutan menjadi melonjak basa, perubahan warna yang terjadi menunjukkan bahwa larutan telah mencapai titik akhir titrasi, yaitu warnanya menjadi merah muda sesuai dengan perubahan warna pada indikator yang digunakan yaitu fenolftalein. Dan percobaan dilakukan secara diplo agar diketahui hasil titrasi yang dilakukan relatif dekat dengan hasil pengukuran volume yang dibutuhkannya untuk mencapai titik ekuivalen.
            Pada percobaan penentuan konsentrasi HCl ini buret yamg digunakan tidak dibersihkan terlebih dahulu, karena menggunakan buret yang berisi larutan NaOH yang tersisa pada proses percobaan pertama. Pada proses titrasi asam basa, buret yang digunakan  dibersihkan dahulu menggunakan larutan NaOH dengan tujuannya adalah untuk membersihkan buret dari berbagai bahan kimia yang lainnya agar hasilnya baik. Pada titrasi ini digunakan volume HCl 10 ml dan volume NaOH didapatkan V rata-rata = 7,95 ml karena dilakukan percobaan diplo (percobaan 1 didapatkan V pakai = 8,00 ml dan percobaan 2 didapatkan V pakai = 7,90, sehingga V rata-rata = 7,95 ml). Sehingga didapatkan M HCl = 0,0367 M. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan adanya perubahan warna larutan yaitu yang awalnya tidak berwarna menjadi berwarna merah muda. Hal ini juga dikarenakan adanya penambahan 3 tetes fenolftealin pada larutan HCl sebelum dititrasi. Dan proses titrasi sama dengan langkah-lamgkah  percobaan pertama yaitu titrasi NaOH dan HCO. Pada percobaan ini juga dilakukan secara diplo agar diketahui hasil titrasi yang dilakukan relatif dekat dengan hasil pengukuran volume yang dibutuhkannya untuk mencapai titik ekuivalen.
            Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, teori larutan asam bila direaksikan dengan larutan basa akan menghasilkan garam dan air. Sifat asam dan sifat basa akan hilang dengan terbentuknya zat baru yang disebut garam yang memiliki sifat berbeda dengan sifat aslinya. (misalkan dalam percobaan pertama dihasilkan garam (COONa)2 dan 2H2O, dan percobaan kedua dihaslkan garam NaCl dan H2O). Karena hasil reaksinya adalah air yang memiliki sifat netral, artinya jumlah ion H+ sama dengan ion OH- maka reaksinya disebut dengan reaksi netralisasi atau penetralan. Pada reaksi penetralan, jumlah asam harus ekuivalen dengan jumlah basa. Sehingga kita dapat mengetahui yang dimaksud tutrasi asam basa adalah proses netralisasi larutan asam oleh basa dan hasil reaksinya atau produknya adalah garam dan air.
V.                Kesimpulan
1.      Larutan NaOH yang telah distandarisasi dengan metode titrasi konsentrasinya didapat 0,0463 M.
2.      Larutan sampel HCl dari larutan NaOH yang telah distandarisasi dengan metode titraso didapatkan konsentrasi sebanyak 0,068 M.

VI.             Tijauan Pustaka
Anonim. 2008. Kimia dasar I. Makassar : Universitas Hasanuddin Makassar.
Anshori. 1987. Penuntun pelajaran Kimia. Ganesha Exact. Bandung.
Asikin, Z. 1982. Penuntun Pelajaran Kimia Jilid I. Wijaya. Jakarta.
Chang,R .2004.  Kimia Dasar, Edisi Ketiga.  Jakarta : Erlangga. 
Gunawan, Adi. 1998. Tangkas Kimia. Kartika. Surabaya.
Goldberg, D. 2002. Kimia Untuk Pemula. Jakarta : Erlangga.
Sukardjo, 1984. Kimia Organik.  Jakarta : Rineka Cipta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar